14 April 2010

Belajar Dari Matahari

Matahari kita kenal sebagai sumber energi di bumi. Dengan energi matahari, tumbuhan hijau dapat melakukan fotosintesis yang kemudian hasilnya berupa oksigen dan dimanfaatkan makhluk lainnya sebagai sumber energi. Begitu dahsyatnya manfaat matahari sampai-sampai ibu yang menjemur pakaian terkadang mengumpat apabila sinar matahari tidak muncul.
Dari sudut pandang ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan galaksi semesta, panas
matahari begitu menakutkan. Jarak antara matahari dengan bumi memang sejauh 152 juta km,namun jarak itu telah mampu membuat sengatan yang kuat sehingga mahluk dimuka bumi ini memerlukan tempat untuk berteduh dan menghindar diri lansung dari sengatannya. Dengan jarak berjuta kilometer dari bumi saja, panas matahari mampu membuat manusia mengalami dehidrasi. Bahkan dimusim panas yang berkepanjangan, sengatan matahari bisa memusnahkan ekologi mahluk hidup bumi.
Begitu mematikannya sehingga pernahkah terbayang dalam benak kita untuk melihat
betapa mengerikannya jika pada suatu siklus pergeseran galaksi menempatkan matahari
berdekatan dengan bumi? Apa yang terjadi dengan mahluk bumi? Tentu saja pemusnahan
mahluk bumi secara masal. Jangankan manusia yang kulitnya gampang melepuh, pohon,
bangunan dan semua elemen bumi pastilah terbakar dan menjadi debu.
Menurut hasil penelitian, matahari yang terkesan angker itu ternyata hanyalah sebuah
bintang yang relative kecil dibandingkan dengan bintang-bintang raksasa yang beredar di galaksi Bimasakti. Namun, jika dibandingkan dengan ukuran bumi, maka besar matahari jauh lebih besar. Andaikan matahari dianggap setitik debu kecil saja di antara bintang-bintang di galaksi Bimasakti, maka apalah artinya Bumi ini. Andailah bumi di antara galaksi Bimasakti saja, hanyalah superdebu yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop, lalu dalam skala yang sama, bagaimana keberadaan fisik manusia? Ternyata manusia hanyalah super debu di antara galaksi Bimasakti yang luas ini, yang barangkali tidak teramati, lebih-lebih bila dibandingkan dengan alam semesta.
Begitu kecilnya manusia jika diperbandingkan dengan alam semesta menunjukkan bahwa
manusia adalah mahluk yang kerdil yang jika alam semesta tidak menghendaki, mereka bisa dimusnahkan. Masih adakah alasan bagi manusia untuk menyombongkan diri di dunia ini?
Manusia hanyalah setitik debu yang super kecil, yang menurut kepercayaan mereka berasal dari abu dan suatu saat akan kembali menjadi abu. Kekerdilan ini seharusnya tidak membuat manusia menjadi sombong dan serakah. Tidak membuat manusia ingin menguasai alam dan semena-mena memperlakukan alam.
Matahari adalah contoh penguasa bumi yang rendah hati. Dia memiliki kekuatan untuk
memusnahkan bumi dengan isinya, namun dia tidak melakukan itu. Disisi lain manusia dengan kekerdilannya berlaku sombong ingin menguasai bumi dengan isinya. Manusia merusak alam, melakukan ekspoloitasi yang tidak bertanggungjawab, menguras seisi bumi, memusnahkan mahluk lain dan berkata sombong bahwa merekalah penguasa bumi. Akibatnya apa yang kita lihat, bumi bergejolak. Bencana alam memusnahkan manusia, tsunami, banjir, letusan gunung merapi, kerusuhan, konflik dan peperangan. Rasa takut, kecurigaan, tiada kebebasan adalah deretan akibat yang ditimbulkan dari kesombongan dan keserakahan manusia tadi. Ulah-ulah yang najis itu memukul manusia sediri dan membuat mereka terhempas kedalam jurang penderitaan.