16 August 2011

66 TAHUN MERDEKA BAGAI SEORANG KAKEK TUA BUNGKOK DAN PENYAKITAN


Hari ini 17 agustus 2011, pukul 02.30.
Pikiran ini bertanya. "Sudah MERDEKAKAH kita?
Tentu jika merujuk pada Proklamasi '45 kita sudah merdeka. Merdeka dalam artian kita tidak dijajah lagi oleh para Kumpeni itu. Ya Jepun, ya juga Londo yang sebelumnya telah lebih dari 300 tahun melecehkan pribumi Nusantara ini.
Sekarang udah 66 tahun semejak proklamasi itu dikumandangkan, sudah 66 tahun juga kita berdiri tegak di atas kaki sendiri tanpa intervensi penjajah.
Jakarta sudah macet karena orang Indonesia banyak yang kaya (merdeka). Keliling Indonesia dari Sabang-Merauke cukup satu hari pasti sudah sampai, karena ada pesawat terbang (merdeka). Bahkan kita rindu dan mau ngomong sama orang tua di kampung detik ini juga bisa, ada fasilitas telepon (merdeka).


Kemajuan dampak Kemerdekaan

Tentulah kemerdekaan itu telah banyak dirasakan, bahkan kemajuan (kemerdekaan) itu tidak perlu dijabarkan panjang lebar juga sudah pada paham. Merdeka ya merdeka, bebas, lepas dari belenggu kehidupan, lepas dari tekanan pihak lain, entah berupa fisik maupun psikis.
66 tahun kita mengalami kemajuan yang luar biasa dan tentulah rahmat yang luar biasa pula bagi sebagian kecil masyarakat bangsa ini, termasuklah yang pernah merasakan masa penjajahan hingga saat ini (syukur pada Tuhan jika mereka masih hidup).


Merdekakah Kita?

Namun bagi kita yang lahir setelah perang kemerdekaan, kemerdekaan saat ini menjadi sebuah pertanyaan cukup besar, jika tidak mau dibilang dongeng. Apa makna dari kemerdekaan itu sendiri. Jika dahulu orang-orang Nusantara merasakan dijajah oleh bangsa asing, maka sekarang kita merasa dijajah oleh bangsa sendiri. Dan boleh dibilang kita juga BELUM MERDEKA.
Lihat Papua, Kalimantan, Sulawesi. Apa yang terjadi? Kemerdekaan barulah sekedar tiupan angin surga. Kekayaan alam diangkut ke pusat dan daerah dianaktirikan. Kebijakan pemerintah dan pembangunan sangat timpang. Wajar jika Papua Berdarah, Aceh masih belum kondusif. Dan, mungkin Kalimantan-Sulawesi juga akan begitu jika perhatian dari pemerintah pusat masih terus miskin.


66 th, Ternyata Lupa kalau sudah Berumur

66 tahun ibarat seorang pejabat yang gendut (perutnya) karena menampung kekayaan dan dimakan sendiri, sampai hidupnya tidak tenang karena ternyata makan hasil korupsi. 66 tahun ibarat seorang Nasarudin, Gayus Tambunan, yang sudah agak loyo membungkuk terhukum akibat berulah untuk dirinya sendiri.

Indonesia (yang sudah tidak raya lagi) juga membungkuk -66- dan gendut, -66- letih karena merdeka untuk para pejabat bengal, letih karena sistem pemerintahan yang di rongrong korupsi berjamaah, letih karena tidak banyak penegak hukum yang berani jujur.
Di daerah juga letih karena selalu menjadi yang nomor sekian alias tidak jadi prioritas. Mau apa Indonesia dengan umurmu yang 66 tahun ini?
Oh Esbeye, mau kau bawa ke mana rakyatmu? masihkah mau kau biarkan? Jika kau biarkan berarti dikau menjajah bangsamu sendiri.
Memperingati kemerdekaan 66 tahun, bagi kami adalah angka keletihan, keletihan menunggu kapan kami merdeka. Kapan jalan beraspal mulus, pendidikan baik, ekonomi meningkat, pemerintah tidak korup, lapangan kerja dan dunia wirausaha bagus, beragama nyaman, dan, nyaman-nyaman lainnya. Jika ini bisa tercapai maka angka 66 tahun bisa menjadi seorang bapak yang bijaksana, pensiun dengan makmur, damai dan selalu bahagia. Jika tidak, maka 66 tahun merdeka bagaikan seorang kakak tua yang bongkok, menyedihkan dan penyakitan.

Tain Odop, penulis asal Kalbar

*sumber gambar Kompasiana.com dan dharmagandoul.blogspot.com