28 December 2011

Kakek 68 Th Banting Tulang Demi 7 Anggota Keluarganya

Wajahnya keriput, kerut keningnya berlipat, ia menyeka wajahnya di rumah (pondok) mungil beratap daun, berdinding kulit kayu dan berlantai papan itu. Matanya menerawang takkala kami tim Advance Borneo datang mewawancarainya. Dirumahnya yang amat sederhana dan reot itu, Pak Intot menceritakan perjuangan getirnya untuk menghidupi tujuh anggota keluarganya. Anaknya empat orang dan cucunya tiga, semuanya perempuan. Isterinya telah meninggal beberapa tahun lalu dan masih tergambar jelas di wajahnya, sedih.

Pak Intot adalah satu dari ribuan petani karet Dayak yang berjuang setiap pagi untuk menghidupi keluarganya dari hasil menoreh getah. Hasil torehannya cuma tiga kilogram, merupakan hasil yang amat minim untuk sebuah keluarga besar. Tapi itulah keadaan Pak Intot, berapa pun hasil torehannya harus mampu mereka atur untuk bertahan hidup sehari-hari.

Di rumahnya yang beratapkan daun, berdinding kayu, yang jika musim hujan tersebut rumah itu bocor, ia berangkat menoreh sejak jam 05.00 pagi. Berjalan kaki selama 30 menit untuk sampai ke kebun harus dia lakukan tiap hari.

Menoreh karet adalah kegiatan sehari-hari beliau, karena hanya itulah sumber penghasilan mereka. Anak-anaknya bergantung pada Pak Intot sehingga hasil torehannya yang hanya tiga kilogram per hari menjadi sumber utama untuk menghidupi mereka.

Kehadiran kami tim Advance Borneo di rumah amat sederhana ini membuka cakrawala kita bahwa masih banyak petani Dayak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Data mengenai petani karet yang ada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat tersebut bisa menjadi representasi bagi para pengambil kebijakan dan industri karet agar mereka juga memperhatikan nasib para petaninya.

Kenyataan seperti ini menyentak hati kita mengenai kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di masyarakat lapis bawah, bahwa di samping ratusan bahkan mungkin ribuan petani karet Dayak yang berhasil, ternyata masih ada nasib petani yang sangat memprihatinkan. Kita berharap dengan adanya program ini, akan berdampak baik bagi nasib para petani karet, tak terkecuali Pak Intot sekeluarga.

Tain Odop, Advance Borneo.

16 August 2011

66 TAHUN MERDEKA BAGAI SEORANG KAKEK TUA BUNGKOK DAN PENYAKITAN


Hari ini 17 agustus 2011, pukul 02.30.
Pikiran ini bertanya. "Sudah MERDEKAKAH kita?
Tentu jika merujuk pada Proklamasi '45 kita sudah merdeka. Merdeka dalam artian kita tidak dijajah lagi oleh para Kumpeni itu. Ya Jepun, ya juga Londo yang sebelumnya telah lebih dari 300 tahun melecehkan pribumi Nusantara ini.
Sekarang udah 66 tahun semejak proklamasi itu dikumandangkan, sudah 66 tahun juga kita berdiri tegak di atas kaki sendiri tanpa intervensi penjajah.
Jakarta sudah macet karena orang Indonesia banyak yang kaya (merdeka). Keliling Indonesia dari Sabang-Merauke cukup satu hari pasti sudah sampai, karena ada pesawat terbang (merdeka). Bahkan kita rindu dan mau ngomong sama orang tua di kampung detik ini juga bisa, ada fasilitas telepon (merdeka).


Kemajuan dampak Kemerdekaan

Tentulah kemerdekaan itu telah banyak dirasakan, bahkan kemajuan (kemerdekaan) itu tidak perlu dijabarkan panjang lebar juga sudah pada paham. Merdeka ya merdeka, bebas, lepas dari belenggu kehidupan, lepas dari tekanan pihak lain, entah berupa fisik maupun psikis.
66 tahun kita mengalami kemajuan yang luar biasa dan tentulah rahmat yang luar biasa pula bagi sebagian kecil masyarakat bangsa ini, termasuklah yang pernah merasakan masa penjajahan hingga saat ini (syukur pada Tuhan jika mereka masih hidup).


Merdekakah Kita?

Namun bagi kita yang lahir setelah perang kemerdekaan, kemerdekaan saat ini menjadi sebuah pertanyaan cukup besar, jika tidak mau dibilang dongeng. Apa makna dari kemerdekaan itu sendiri. Jika dahulu orang-orang Nusantara merasakan dijajah oleh bangsa asing, maka sekarang kita merasa dijajah oleh bangsa sendiri. Dan boleh dibilang kita juga BELUM MERDEKA.
Lihat Papua, Kalimantan, Sulawesi. Apa yang terjadi? Kemerdekaan barulah sekedar tiupan angin surga. Kekayaan alam diangkut ke pusat dan daerah dianaktirikan. Kebijakan pemerintah dan pembangunan sangat timpang. Wajar jika Papua Berdarah, Aceh masih belum kondusif. Dan, mungkin Kalimantan-Sulawesi juga akan begitu jika perhatian dari pemerintah pusat masih terus miskin.


66 th, Ternyata Lupa kalau sudah Berumur

66 tahun ibarat seorang pejabat yang gendut (perutnya) karena menampung kekayaan dan dimakan sendiri, sampai hidupnya tidak tenang karena ternyata makan hasil korupsi. 66 tahun ibarat seorang Nasarudin, Gayus Tambunan, yang sudah agak loyo membungkuk terhukum akibat berulah untuk dirinya sendiri.

Indonesia (yang sudah tidak raya lagi) juga membungkuk -66- dan gendut, -66- letih karena merdeka untuk para pejabat bengal, letih karena sistem pemerintahan yang di rongrong korupsi berjamaah, letih karena tidak banyak penegak hukum yang berani jujur.
Di daerah juga letih karena selalu menjadi yang nomor sekian alias tidak jadi prioritas. Mau apa Indonesia dengan umurmu yang 66 tahun ini?
Oh Esbeye, mau kau bawa ke mana rakyatmu? masihkah mau kau biarkan? Jika kau biarkan berarti dikau menjajah bangsamu sendiri.
Memperingati kemerdekaan 66 tahun, bagi kami adalah angka keletihan, keletihan menunggu kapan kami merdeka. Kapan jalan beraspal mulus, pendidikan baik, ekonomi meningkat, pemerintah tidak korup, lapangan kerja dan dunia wirausaha bagus, beragama nyaman, dan, nyaman-nyaman lainnya. Jika ini bisa tercapai maka angka 66 tahun bisa menjadi seorang bapak yang bijaksana, pensiun dengan makmur, damai dan selalu bahagia. Jika tidak, maka 66 tahun merdeka bagaikan seorang kakak tua yang bongkok, menyedihkan dan penyakitan.

Tain Odop, penulis asal Kalbar

*sumber gambar Kompasiana.com dan dharmagandoul.blogspot.com

08 June 2011

Dewasa karena kesulitan

“Rasa iba terhadap diri sendiri adalah hal terburuk, jika kita menyerah, kita tidak pernah melakukan apa pun yang bijaksana didunia ini.” Hellen Keller.

Buka kacamata dan lihat keseluruhan wajah dan badan kita, apakah ada yang hilang? Atau, apa yang kurang secara fisik? Adakah mungkin salah satu jari kaki, jari tangan, hidung, atau mungkinkah hanya rambut baru yang dipotong karena membutuhkan penampilan baru?
Kebenaran dan keberanian dalam menantang hidup baru bukan pada apakah normal secara fisik atau tidak, tetapi bagaimana menjadi normal pada jiwa dan pikiran rasional kita.
Presiden AS, Kennedy, pernah mengatakan bahwa di tiap kesulitan ada peluang dan ada kesempatan yang bisa dimanfaatkan. Sang Nafi bilang, "bukan hanya karena keinginan, tetapi juga karena kesempatan".
Dalam aksara Cina, kata “krisis” terdiri dari dua huruf. Yang pertama mewakili
bahaya, yang kedua mewakili peluang.”

Antony Robbins, seorang motivator dunia mengidentifikasikan enam kebutuhan
manusia dan salah satu kebutuhan itu adalah kebutuhan akan ketidakpastian. Robbins
mengutarakan bahwa ketidakpastian dalam hidup telah membentuk seseorang untuk
meningkatkan kualitas hidup karena mereka merencanakan dan menggambarkan
ketidakpastian didepannya.

Banyak pengalaman hidup yang melatih kita menjadi lebih dewasa, kedewasaan itu
sendiri tidak bisa hanya dilihat dari umur dan penampilan fisik. Banyak orang yang sudah sangat berumur, namun cara berpikirnya masih "muda". Dewasa atau tidak, tidak bisa dilihat dari luar karena ini berkaitan dengan mentalitas dan cara memandang sesuatu yang biasa disebut sebagai "kedewasaan".
Kedewasan itu adalah pemikiran yang bijaksana, yang sabar, yang memandang dari sisi positif, yang tabah, yang bertanggungjawab. Yang memahami bahwa kesulitan dan kekalahan adalah bagian terminal dari kehidupan.


Albert Einstein
“Saya berpikir selama bertahun-tahun.
99 kali kesimpulan saya gagal,
dan baru yang ke 100 yang benar.”

Agatha Cristie
“Tema hidup semua orang sama. Ada yang cuma mengikutinya, ada yang coba mengubahnya”

......................................
“Jika anak-anak dilarang melakukan hal-hal baru karena orang tuanya takut anaknya gagal, maka si anak tidak akan pernah keluar dari tempat tidur, dan mereka mungkin masih digendong hingga tua. __Anak-anak dididik dewasa karena kesulitan yang ia tempuh__
..........................................

27 March 2011

Inilah Benih Keberhasilan kita

Salam Potensi Dahsyat,
Rekan Blogger yang di kasihi Tuhan, jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena Tuhan, menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan karena Tuhan Allah menyiapkan kita menjadi mahluk dengan berbagai kelebihan.
Kita umpamakan seperti benih pohon yang menyimpan segalanya. Benih menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi pohon besar, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari yang cukup. Namun jangan lupa, ada "waktu dan proses" yang membuatnya terus bertumbuh.



Pandanglah pohon besar. Tahukah sahabat, bahwa batangnya yang kokoh dulunya berasal dari benih yang kecil? Dahan, ranting dan daunnya, juga berasal dari benih. Akar-akarnya yang tampak menonjol, juga dari benih kecil? Dan kalau kita menggali tanahnya, ketahuilah, sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah, juga berasal dari tempat yang sama?
Mungkin suatu ketika, kita pernah merasa kecil, tak mampu, tak berdaya dengan segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya-tanya, kapan kita menjadi besar, dan mampu menggapai semua impian, harapan dan keinginan yang ada dalam dada. Kita juga bisa jadi sering membayangkan, bilakah saatnya berhasil? Kapankah saat itu akan datang?
Para Sahabat, kita adalah layaknya benih kecil. Benih yang menyimpan semua kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang lebar.Jangan pernah berkecil hati. Semua keberhasilan dan kesuksesan itu telah ada dalam kita masing-masing.

Tain Odop, dalam karya, pemikiran dan keinginan berbagi dengan sahabat.