Wajahnya keriput, kerut keningnya berlipat, ia menyeka wajahnya di rumah (pondok) mungil beratap daun, berdinding kulit kayu dan berlantai papan itu. Matanya menerawang takkala kami tim Advance Borneo datang mewawancarainya. Dirumahnya yang amat sederhana dan reot itu, Pak Intot menceritakan perjuangan getirnya untuk menghidupi tujuh anggota keluarganya. Anaknya empat orang dan cucunya tiga, semuanya perempuan. Isterinya telah meninggal beberapa tahun lalu dan masih tergambar jelas di wajahnya, sedih.
Pak Intot adalah satu dari ribuan petani karet Dayak yang berjuang setiap pagi untuk menghidupi keluarganya dari hasil menoreh getah. Hasil torehannya cuma tiga kilogram, merupakan hasil yang amat minim untuk sebuah keluarga besar. Tapi itulah keadaan Pak Intot, berapa pun hasil torehannya harus mampu mereka atur untuk bertahan hidup sehari-hari.
Di rumahnya yang beratapkan daun, berdinding kayu, yang jika musim hujan tersebut rumah itu bocor, ia berangkat menoreh sejak jam 05.00 pagi. Berjalan kaki selama 30 menit untuk sampai ke kebun harus dia lakukan tiap hari.
Menoreh karet adalah kegiatan sehari-hari beliau, karena hanya itulah sumber penghasilan mereka. Anak-anaknya bergantung pada Pak Intot sehingga hasil torehannya yang hanya tiga kilogram per hari menjadi sumber utama untuk menghidupi mereka.
Kehadiran kami tim Advance Borneo di rumah amat sederhana ini membuka cakrawala kita bahwa masih banyak petani Dayak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Data mengenai petani karet yang ada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat tersebut bisa menjadi representasi bagi para pengambil kebijakan dan industri karet agar mereka juga memperhatikan nasib para petaninya.
Kenyataan seperti ini menyentak hati kita mengenai kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di masyarakat lapis bawah, bahwa di samping ratusan bahkan mungkin ribuan petani karet Dayak yang berhasil, ternyata masih ada nasib petani yang sangat memprihatinkan. Kita berharap dengan adanya program ini, akan berdampak baik bagi nasib para petani karet, tak terkecuali Pak Intot sekeluarga.
Tain Odop, Advance Borneo.