08 June 2010
Catatan Editor
Setiap orang ingin berhasil mencapai cita-citanya. Sekecil apa pun hal yang diidam-idamkannya jika dapat diwujudkan maka kebahagiaan itu akan menyelimuti hati yang menggenggamnya. Oleh karena itu, orang akan berusaha mencapai atau meraih keinginannya dengan segala cara, upaya, dan mungkin sampai berkorban. Akan tetapi, dalam proses pencapaian cita-cita itu tidaklah selalu mudah. Faktor internal dan eksternal bisa jadi penghambat.
Manakala tidak kuat menghadapi atau mengatasi tantangan itu, orang bisa mengalami mental break down—patah semangat dan putus asa—yang berdampak negatif terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Karena kegagalan yang menimpa, orang pun merasa nasibnya malang. Jika orang sering mengalami kegagalan maka ketakutan dan khawatir itu lebih dominan bersemayam dalam diri sehingga orang kurang bersemangat untuk melakukan sesuatu untuk mengubah nasib.
Nasib bukanlah sesuatu yang permanen. Jika inovatif dan kreatif mengelola hambatan atau penghalang itu, sebetulnya orang justru dapat menjadikan kegagalan itu menjadi peluang untuk mencapai sukses. Hambatan yang menghalangi laju semangat bukanlah hantu yang menakutkan. Kita harus mengubah sesuatu dalam mindset agar kita selalu proaktif mengeksplorasi kelebihan dan kelemahan diri sendiri.
Setelah mengetahui kelemahan diri sendiri (faktor internal) berarti kita berpeluang untuk memperbaikinya bahkan bisa menjadikannya sebagai kesempatan untuk membangun suatu kekuatan baru agar sesuai dengan syarat yang dibutuhkan ketika hendak mencapai cita-cita atau keinginan itu.
Katakanlah Anda atau saya sangat ingin berprofesi sebagai wartawan yang bekerja di kantor perwakilan berita Reuter di Indonesia. Keinginan itu tidak mungkin kita wujudkan jika kita tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan pada profesi kewartawanan. Apakah saya atau Anda menguasai dan mampu menggunakan salah satu bahasa asing setidak-tidaknya bahasa Inggris? Bagaimana saya atau Anda menulis berita dalam bahasa Inggris jika tidak terampil menggunakan bahasa asing itu?
Pertanyaan masih berlanjut untuk kita jawab. Katakan Anda sudah mahir berbahasa Inggris dengan TOEFL >600, apakah itu sudah cukup? Kita harus memiliki pengetahuan dasar jurnalistik, dapat berkomunikasi dengan baik, dan selalu berminat mempelajari berbagai bidang.
Katakan Anda sudah menyandang S-1 Teknologi Pangan yang mungkinkan Anda akan ditugasi sebagai wartawan peliput industri makanan. Akan tetapi, suatu saat bisa saja Anda ditugaskan meliput bidang-bidang lain seperti hukum, olahraga, sosial, budaya, kehutanan, sastra, dan bahkan masalah kriminal. Sebagai wartawan, Anda harus mampu melakukannya.
Jangan heran, beberapa orang yang lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi wartawan profesional yang sehari-hari meliput sektor perbankan dan pasar uang padahal bidang itu tidak pernah dipelajari khusus ketika masih kuliah.
Keahlian bidang pertanian tentu bermanfaat walau tidak digunakan secara langsung di lapangan. Simak apa hubungan latar belakang pendidikan dengan profesi yang sedang dijalankan melalui contoh ini: seorang wartawan meliput aksi unjuk rasa masyarakat terhadap sebuah perusahaan yang sudah go public. Pabrik pembuat garmen itu kurang memperhatikan pengolahan limbah sehingga sumber air di sekitar lingkungan pabrik terkontaminasi. Dampak negatif yang menimpa masyarakat bisa ditebak. Nah, kalau si wartawan tidak memiliki pengetahuan yang memadai, apa mungkin dia meliput peristiwa itu secara mendalam dan menarik?
Hambatan untuk mencapai cita-cita bisa disebabkan oleh faktor internal (diri sendiri) dan faktor eksternal. Oleh karena itu, seorang penulis bernama Zig Ziglar [1996] pernah mengatakan, bahwa orang yang sukses harus mempunyai program (tekad) yang terarah . Dia menetapkan jalurnya untuk diikuti dengan menyusun rencana dan melaksanakannya. Dia berupaya mengejar tujuan yang ditetapkan dalam programnya. Dia tahu ke mana dia ingin pergi, dan tahu bahwa dia akan sampai ke sana. Dia menyukai apa yang dilakukannya dan menyukai perjalanan yang membawanya ke tujuan yang hendak dicapainya. Dia penuh antusiasme dan semangat tinggi. Inilah orang yang sukses.
Jika Anda ingin menjadi pelaut yang bekerja di kapal pesiar internasional, ya Anda harus memiliki sertifikat. Katakan seseorang mempunyai diploma D-3 dari Akademi Pelayaran. Namun, jika dia adalah seorang yang mudah mabuk ketika berada di kapal yang sedang mengarungi samudra, bagaimana mungkin dia mewujudkan cita-citanya sebagai pelaut andal?
Apa pun cita-cita dan keinginan Anda sebaiknya catatlah dan bertekadlah (komit) untuk mencapai tujuan (cita-cita) itu. Urailah komitmen Anda itu pada tanggung jawab harian secara terinci dan kemudian urai lagi tujuan Anda itu menjadi bagian yang kecil-kecil agar mudah mencapainya tahap demi tahap, demikian Zig Ziglar.
Tindakan lain yang sebaiknya kita lakukan dalam mencapai cita-cita, bahwa Anda harus sehat secara fisik, mental, dan spiritual. Jadikan beban yang (mungkin) menimpa Anda sebagai aset, dan belajarlah bersabar menanggapi suatu kekecewaan yang pasti akan Anda alami. Anda harus mendisiplinkan diri, selalu bisa mengubahlah arah (bukan keputusan) agar Anda bisa beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi tanpa kita tahu sebelumnya.
Gambarkanlah dalam pikiran Anda, apa yang hendak dicapai. Jangan takut jika Anda menghadapi penghalang dan hambatan. Meski yang Anda pikirkan (cita-citakan) tidak selalu selaras dengan kenyataan, jangan menyerah untuk memastikan tekad bahwa Anda harus bertintak untuk mencapai keinginan Anda itu.
Depok, 13 Mei 2010
Rayendra L. Toruan
Editor
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment