20 April 2009

Menjadi Air dan Kayu


Hiduplah seperti kayu, bisa mengakar kuat kedalam bumi, kokoh terhadap terpaan angin dan badai, kuat terhadap hujan panas. Kayu tumbuh dari apa yag dipersembahkan kepadanya, maka makanan dari alam, minum minuman yang disediakan oleh alam. Kayu berkembang biak dan beranak pinak secara alami. Tumbuh dan berkembang menjadi besar, memberi kembali kepada bumi berupa kompos, melindungi tanah dari kekeringan dan menjaga ekosistem bumi agar terus terjaga. Kayu menjadi bagian ekosistem alam semesta yang amat penting bagi manusia. Dia menjaga kesegaran oksigen bagi seluruh mahluk bumi dan menjaga agar pemanasan global tidak segera menghancurkan manusia, kayu menyerap panas dan menentramkan lapisan ozon sehingga mahluk bumi masih bisa merasakan nyamannya hidup didunia yang segar ini.
Entah apa jadinya manusia didunia ini jika tanpa ada kayu yang menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Mungkinkah sejuk? Mungkinkah segar? Mungkinkah ada tempat beristirahat bagi manusia tanpa kayu? Mungkinkah ada industry tanpa kayu?
Kayu hidup secara alami, mengambil apa adanya dari alam dan kembali memberi kepada alam. Kayu tidak serakah, tidak egois dan tidak lupa diri. Ketika kemarau panjang kayu menyesuaikan diri dengan menggugurkan daun-daunnya agar persediaan air tanah tetap terjaga dan kayu bisa bertahan hidup. Ketika musim hujan dan angin topan bertiup menggoncang dan coba mematahkan kayu, kayu menyesuaikan diri dengan sikap elastisitas yang tinggi. Ditiup oleh angin dia bergoyang, akar-akarnya mencengkram amat kokoh sehingga dia tetap tegak berdiri. Kayu memberi inspirasi bagi kita untuk mampu bertahan dalam setiap perubahan.
Hidup jugalah seperti air, bisa mengalir mengikuti caranya sendiri. Meskipun melewati batu air bisa menyesuaikan diri. Saat terperangkap, air membuat jalan baru didataran rendah maupun tinggi. Air dibutuhkan semua mahluk, ia sumber kehidupan, sumber penyejuk. Air begitu jernih, kuat terhadap panas, tahan terhadap dingin. Takkala melawan panas ia menguap, berubah, dan bahkan menjadi awan. Pada saatnya ia kembali menjadi air dalam bentuk rintik hujan yang menyirami bumi.
Air tahan terhadap suhu dingin, menguap menjadi embun, membeku menjadi es dan kembali mencair menjadi air takkala dia dipanaskan. Air tidak pernah kehilangan sifat aslinya, lembut, kuat dan tetap menjadi air yang memenuhi dahaga semua mahluk.
Air amat bernilai, mampu menyesuaikan diri dalam setiap perubahan. Memberi tubuhnya yang dibutuhkan oleh mahluk bumi dan tidak meminta apapun baginya. Air menjadi bagian teramat penting bagi keberlangsungan hidup mahluk bumi terlebih manusia. Walaupun air amat dibutuhkan dia tidak egosi, tidak serakah dan tidak meminta apa-apa dari mahluk yang mengambilnya.
Bisakah manusia mengambil intisari dari pelajaran dan makna kebesaran air dan kayu? Bisakah manusia berbesar hati seperti kayu dan air? Belajar tentang memberi? Belajar tentang penyesuaian diri dalam perubahan?
Kayu dan air adalah dua jenis ekosistem bumi yang berbeda. Keduanya memiliki karakter yang bertolak belakang namun sama-sama dibutuhkan oleh semesta. Keduanya menerima apa adanya dari alam, memberi kembali untuk alam dan bertumbuh. Air mungkin tidak bertumbuh namun jumlahnya amat besar sementara kayu bertumbuh dan bisa punah. Namun keduanya memiliki satu sifat yang luar biasa yakni mampu menyesuaikan diri dalam setiap perubahan, menyiasati perubahan dan tetap bertahan dalam perubahan. Bisakah manusia belajar dari keduanya sehingga siap menerima perubahan dan menyesuaikan diri? Semoga…

1 comment:

Anonymous said...

Artikel anda nyaman dibaca. Salam kenal