Menurut Safir Senduk -seorang perencana keuangan di negeri ini- Ada kiat-kiat supaya berhasil dalam menulis buku.
Pertama, jangan melulu berkutat di topik-topik yang sudah basi. Contoh: “Kalau Mau Kaya? Buka Usaha Dong…!”. Waduh, itu basi banget! Udah berulang-ulang kali dibahas orang. Lewatin saja topik begitu.
Kedua, sesuaikan gaya bahasa dengan pasar yang ingin dituju. Lha, kalau bukunya adalah buku populer, jangan pakai gaya bahasa yang teoritis. Nanti orang cepet ngantuk.
Ketiga, nggak usah terlalu tebal. Kalau bukunya buku populer, biasanya orang nggak begitu suka kalau tebal.
Keempat, minta testimoni untuk ditaruh di belakang buku. Cuma kalau pakai testimoni, kalau bukunya buku populer, nggak usahlah minta testimoni dari orang-orang yang buat sebagian orang ‘ketinggian’. Contoh, saya pernah melihat buku keuangan populer, tapi testimoninya dari orang DPR-lah, menteri inilah, rektor itulah, dan sebagainya. Ketinggian! Nanti orang takut untuk baca.
Kelima, jangan hanya kenalkan diri lewat buku. Miliki juga channel distribusi lain seperti menulis artikel di media massa. Miliki website, kalau perlu dengan nama domain sendiri. Miliki juga nama email dengan domain sendiri, bukan yang gratisan kayak yahoo atau hotmail.
Keenam, selalu konsisten pada tema penulisan yang sama. Kalau nulis tentang perencanaan keuangan, ya sudah nulis perencanaan keuangan aja. Supaya ntar orang gampang kenalnya.
Ketujuh, jangan malu-malu untuk menunjukkan diri. Banyak pengarang yang tidak suka menonjolkan dirinya, tapi lebih suka menonjolkan bukunya. Nggak apa-apa juga. Tapi nanti bukunya nggak akan selaku kalau ia juga mau menunjukkan diri secara personal.
Kedelapan, jalin hubungan baik dengan toko buku. Datang ke toko buku, kenalkan diri dengan Supervisor Penjualan. Jalin juga hubungan baik dengan Divisi Promosi di penerbit.
Sembilan, jangan sombong ketika bersosialisasi dengan orang lain. Ini mungkin klise. Tapi banyak orang yang tidak akan membeli buku kita kalau secara personal dia tidak suka dengan kita. Sayangnya, saya banyak melihat pengarang buku-buku keuangan populer dan wirausaha yang seringkali membuat gap sosial dengan orang lain. Mereka hanya mau bergaul dengan orang yang dia pikir selevel, seperti sesama pengarang, pejabat, dsb. Padahal, laku tidaknya buku kita, lebih banyak karena berasal dari mereka yang memang bukan punya profesi seperti kita.
Sepuluh, terus belajar, terutama dari orang-orang Indonesia sendiri. Tempat untuk belajar ada banyak sekali, salah satunya adalah di seminar. Tapi jangan salah, banyak pengarang buku keuangan populer dan wirausaha yang gengsi kalau hadir di seminar dengan pembicara orang Indonesia, tapi mau hadir kalau pembicaranya adalah orang asing, bahkan kalau nama orang asing itu belum pernah terdengar sebelumnya. Kita ini terlalu luar negeri minded. Apa-apa yang dari luar negeri itu dianggap baik. Padahal, kalau kita mau belajar dari sesama orang Indonesia, kita akan dapat ide-ide baru dan segar yang justru lebih membumi. Belajar juga dari milis-milis. Salah satunya adalah milis PenulisBestSeller@yahoogroups.com.
Penulis sukses adalah penulis yang bisa mengkomunikasikan ide-idenya kepada pembaca, dan pembaca bisa menerima ide-ide tersebut tanpa merasa dipengaruhi. Seorang penulis sukses saran saya sebaiknya tidak hanya menulis untuk branding. Tapi untuk idealisme. Penulis yang menulis dengan maksud untuk bisnis, menurut saya hanya akan terjebak pada persaingan yang tidak sehat dengan sesama penulis lain yang menulis topik yang sama. Tetapi, bila seorang penulis menulis untuk idealisme, untuk memberikan sesuatu berupa edukasi kepada pembaca, ini berarti dia sudah mencapai level tertinggi dalam menulis, yaitu memberikan sesuatu untuk masyarakat.
Pesan saya, kunci menulis itu sederhana saja: menulis, menulis, dan menulis lagi. Praktik, praktik, dan praktik lagi. Karena semua orang bisa menulis.(ez) dari pembelajar.com
No comments:
Post a Comment