27 September 2007

CACAT FISIK BUKAN HALANGAN BAGI SAYA UNTUK HIDUP NORMAL


Oleh: Petrus Kanisius

Kehidupan merupakan anugrah terindah yang diberikan Tuhan kepada setiap insan. Manusia dilahirkan, menghirup udara, tumbuh dan berkembang, mengalami hal-hal normal dalam hidup, merasakan bahagia, sedih, sakit, sehat, itu semua adalah kumpulan betapa hidup ini sebuah dinamika yang normal. Dan, saya merasakan hal-hal yang luar biasa demikian. Tuhan telah menganugerahkan kepada saya kesempatan untuk lahir kedunia ini dan merasakan dinamika itu. Saya berkenan melewati masa-masa indah waktu kecil dan kesedihan dalam tekanan mental yang luar biasa. Salah satu sisi kehidupan, saya merasa bersyukur atas apa yang saya miliki namun disisi lain, hidup terkadang bagi saya adalah neraka dan saya menyalahkan Tuhan kenapa menanggung cacat fisik seperti ini. Saya hampir menyerah kalah dan membenamkan diri kedalam jurang kehancuran mental yang maha dahsyat.
Saya sejak lahir diciptakan dengan keadaan fisik yang tidak sempurna, tangan dan kaki kanan saya sedikit lumpuh dan tidak normal seperti layaknya orang lain yang dapat menggunakan semuanya dengan baik. Ketidaksempurnaan fisik saya banyak berpengaruh pada aktivitas saya sehari-hari. Jujur saya katakan keadaan fisik saya seperti ini tidak saya kehendaki, didalam hati dan perasaan, saya merasa marah, sangat tidak terima atas kenyataan yang ada, kehidupan saya berada pada posisi yang serba salah. Kadang kala saya depresi atas keberadaan diri ini, pergaulan saya tidak seluwes orang-orang lain. Sahabat-sahabat saya bisa bermain dengan leluasa, berlari, berenang, memanjat, belajar dengan mudah secara fisik sementara saya tidak bisa dan dibatasi oleh keadaan cacat fisik tadi. Sungguh ini sebuah neraka nyata dalam hidup yang hinga sekarang terkadang muncul dibenak saya.
Citra diri saya waktu itu memang demikian rapuh dan saya belum bisa menerima kenyataan ini secara normal. Saya merasa diri saya tidak dapat berbuat dan mengerjakan sesuatu seperti sahabat-sahabat saya yang lain. Mereka memiliki kesempurnaan fisik dan bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan sementara saya tidak. Keadaan seperti ini ternyata menjadi bumerang yang membuat saya merasa terkucilkan, rendah diri, tidak sempurna dan sangat berbeda dibandingkan dengan orang lain. Saya menutup diri dan minder, iri terhadap teman-teman saya, jatuh dan menyerah pada keadaan. Bahkan perasan mental itu masih ada dan selalu menyerang saya sampai saya menginjak SLTP.

Suara Kehidupan yang Memberi Makna

Saya terbangun dari keterpurukan mental, sebuah suara dari keheningan menyapa saya dan berbisik dalam hari supaya bangkit dari keterbelakangan mental itu. Saya diteriakkan supaya jangan menyerah – Don’t Give Up Man... Demikian suara nyaring itu saya dengar dari lubuk hati saya. Merasa minder dan tidak sempurna bukan penyelesaian masalah, keterbatasan fisik tidaklah sebuah halangan untuk terus berkembang dan maju. Beruntung saya tinggal disebuah komunitas anak rantau yang sama-sama berjuang untuk memperbaiki hidup dan intelektualitas. Saya tinggal disebuah asrama yang dikelola oleh misionaris Katolik dan hidup bersama dengan lebih dari seratus siswa dari berbagai macam latar belakang. Semejak suara kehidupan itu membisikan maknanya kedalam hidup saya, saya mulai menyadari bahwa hal-hal negatif perusak diri adalah penyakit yang membuat saya tidak menjadi apa-apa, saya terus berjuang, melakukan banyak hal dan selalu mampu mengandalkan diri sendiri.
Saya menyadari bahwa keterbatasan fisik dan cacat sejak kecil bukanlah halangan terbesar yang membatasi saya untuk maju dan bergaul dengan mudah. Saya mengalami hal-hal buruk, bahagia dan sedih, sakit dan sehat. Jatuh cinta dan merasa ditinggalkan. Kehidupan saya normal ketika saya menerima keberadaan diri, saya mulai bisa berjalan dan merasa bahwa Tuhan menyentuh saya lewat banyak hal termasuk keterbatasan fisik tadi. Saya menyadari apa yang dikatakan orang-orang di sekitar saya yang terus mendorong dan memberikan semangat, mereka membuka ruang dan tidak membatasi apapun dari saya. Akhirnya, saya berani membuka diri dan hidup layaknya orang lain. Ini sebuah anugerah indah dalam hidup saya.

Mari Jangan Menyerah!!!

1 comment:

lamanday said...

Nobody can creates better life, unless deeply understanding himself.

Keep standing upright guy!!