Oleh: Yohanes M.V. Mudayen*
Apa yang membuat seseorang itu sukses dalam dunia kerja nyata? Apakah kesuksesan dalam dunia kerja itu ditentukan oleh Indeks Prestasi (IP) yang nyaris empat? Atau kesuksesan itu ditentukan oleh wajah yang menarik? Atau mungkinkah kesuksesan itu ditentukan oleh sebuah keberuntungan? Atau mungkin karena calon mertua adalah seorang pengusaha terkenal?
Menurut survei yang diterbitkan oleh National Association of Colleges and Emlpoyers (NACE) tahun 2002 di Amerika Serikat, dari hasil jajak pendapat 457 pengusaha, diperoleh kesimpulan bahwa Indeks Prestasi (IP) hanya urutan ke-17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari seorang lulusan sebuah universitas. Lalu, kualitas apa yang paling penting? Ternyata kualitas yang bertengger di urutan teratas justru hal-hal yang seringkali dianggap sekedar ”basa-basi” ketika tertera dalam iklan lowongan kerja, misalnya kemampuan berkomunikasi, integritas, dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
Kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya (intangible), namun sangat diperlukan ini disebut juga kemampuan berinteraksi sosial (soft skills). Entah Anda bekerja pada orang lain (pegawai) maupun membuka usaha sendiri (wirausahawan), soft skills akan sangat berguna. Apapun pekerjaan yang Anda geluti kelak, Anda harus belajar beradaptasi dengan pekerjaan itu. Bahkan sejumlah perusahaan menyediakan masa training untuk mengajari para karyawannya tentang hal-hal mendasar yang harus dikuasai agar bisa bekerja dengan baik dalam perusahaan tersebut.
Lalu dalam perkuliahan yang berfungsi sebagai investasi masa depan, kualitas manakah yang pernah dilatihkan? Apakah perkuliahan hampir tidak membekali para mahasiswa dengan soft skill? Sebetulnya tidak juga. Ada beberapa kualitas pribadi yang secara langsung maupun tidak langsung terbentuk melalui perkuliahan. Sebagai contoh, kualitas dalam hal kemampuan berkomunikasi diwadahi dalam berbagai perkuliahan dengan metode presentasi, diskusi kelompok, simulasi dan tanya jawab. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sejumlah kualitas pribadi lainnya memang tidak terakomodasi dalam kurikulum akademik, misalnya seorang mahasiswa yang sangat pandai dengan IP nyaris 4 bisa saja tidak ramah dan sukar bekerja sama dengan orang lain.
Mengasah Soft Skills
Menurut pengamatan penulis, ada tiga kategori mahasiswa yaitu: (1) mahasiswa yang hanya berfokus pada akademik (hard skills); (2) mahasiswa yang terlalu berfokus pada organisasi kemahasiswaan (soft skills) dan (3) mahasiswa yang menjaga keseimbangan keduanya (hard skill and soft skills). Lalu pertanyaan lebih lanjut, bagaimana cara mengasah soft skills? Untuk bisa mengasah soft skills, seorang mahasiswa idealnya memiliki kehidupan yang seimbang antara aktivitas akademik dan non akademik. Mahasiswa sebagai ”agent of change” perlu menjaga keseimbangan antara pengoptimalan kemampuan analitis akademik (hard skills) dengan kemampuan interaksi sosial (soft skills). Dengan kata lain, mahasiswa perlu memadukan keunggulan akademik dan nilai-nilai humanistik. Keunggulan akademik diperoleh dengan optimalisasi kemampuan akademik mengeluti materi perkuliahan sedangkan keunggulan dalam nilai-nilai humanistik diasah lewat keterlibatan aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, ketika lulus kuliah, yang diperoleh bukan sekedar gelar sarjana saja, tetapi peningkatan kualitas diri sehingga memiliki daya saing ketika melangkah ke dunia kerja.
Selain itu, dunia kerja membutuhkan bukti nyata bahwa Anda memiliki soft skills komunikasi, integritas, kemampuan bekerja dalam tim dan lain-lain. Manakah yang lebih meyakinkan, Anda mengklaim diri sebagai komunikator yang baik, tanpa bukti, atau Anda mencantumkan sejumlah pengalaman presentasi dan diskusi dalam seminar lokal, regional, nasional dan internasional? Soft skills yang perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu: (1) keterampilan komunikasi lisan dan tulisan (communication skills), (2) keterampilan berogranisasi (organizational skills), (3) kepemimpinan (leadership), (4) kemampuan berpikir kreatif dan logis (logic), (5) ketahanan menghadapi tekanan (effort), (6) kerja sama tim dan interpersonal (group skills) dan (7) etika kerja (ethics).
Blue Ocean Strategy
Dalam kenyataannya, tidak sedikit lulusan perguruan tinggi yang kurang percaya diri saat mengajukan lamaran kerja. Mereka terlalu berfokus pada berbagai kelemahan yang melekat pada dirinya sehingga sulit untuk menemukan kelebihan tertentu yang bisa ditonjolkan. Orang-orang seperti perlu ”berkenalan” dengan strategi laut biru. Strategi laut biru (blue ocean strategy) adalah sebuah strategi untuk mendapatkan pasar dengan cara membuat pasar baru yang tidak banyak ”pemain”. Dalam konteks tulisan ini, strategi laut biru (blue ocean stategy) menunjuk pada strategi yang ditempuh oleh mahasiswa dengan kemampuan akademik tidak terlalu cemerlang untuk bisa lolos seleksi dalam dunia kerja dengan cara menunjukkan kelebihan yang ada pada dirinya. Hal ini sejalan dengan prinsip ”lifelong education”. Prestasi akademik yang pas-pasan menuntut konsekuensi untuk mengasah kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang memiliki prestasi akademik tinggi. Strategi laut biru menuntut kreativitas dan kemampuan menciptakan kesempatan. Namun sekali kesempatan itu tercipta, maka peluang untuk menang lebih besar daripada pejuang-pejuang di laut merah (red ocean strategy) karena pemain strategi laut biru bermain di lahan yang sedikit saingannya. Analoginya sebagai berikut: ketika orang-orang di laut merah saling berebut dan bersaing jualan mie ayam, si pemain laut biru berjualan es jeruk. Sementara Eric, Krismal, dan Inus yang sama-sama berjualan mie ayam mati-matian menurunkan harga untuk menarik pembeli, Lelek duduk manis menunggu pelanggan membeli es jeruk sehabis makan mie ayam tanpa harus ikut-ikutan menurunkan harga karena tak ada saingannya berjualan es jeruk.
Akhirnya tampak jelas bahwa perguruan tinggi memberi kontribusi untuk membentuk pribadi mahasiswa keseimbangan antara keunggulan akademik (hard skills) dan kemampuan interaksi sosial (soft skills). Di lain pihak, para mahasiswa juga perlu memikirkan sejak dini kelebihan-kelebihannya selain dari aspek akademik sehingga para mahasiswa yang memiliki kemampuan pas-pasan pun bisa sukses dalam dunia usaha baik sebagai pegawai maupun wirausaha. Semoga bujang-dara yang telah menimba ilmu dapat mengimplementasikan hard skills dan soft skills yang dimilikinya.
*) Yohanes Mudayen adalah dosen di Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, asal Kalbar.
No comments:
Post a Comment